Sunday 22 February 2015

Sintren, sang penari dari alam gaib

Kategori:


sintren1
Tentunya kita pernah mendengar istilah Sintren, sebuah seni tradisional di daerah pantura. Pada zaman dahulu, Kalisabak dipimpin oleh seorang penguasa wilayah yang bernama Raden Bahureksa. Ia tinggal bersama istrinya yang bernama Roro Rantamsari dan putra semata wayangnya, Raden Sulandono. Raden Sulandono tumbuh menjadi seorang pangeran yang tampan dan baik budi pekertinya. Perilakunya yang sopan dan tidak membeda-bedakan teman pergaulan, menjadikannya memiliki banyak teman. Ia suka bergaul dengan rakyat biasa, dan berkunjung sampai ke desa-desa.
Sementara itu, di sebuah dusun yang menjadi wilayah Kalisabak, tersebutlah gadis bernama Sulasih. Sulasih, gadis cantik berbudi itu menjadi kembang desa kebanggan para pemuda.
Suatu hari saat berkunjung ke desa itu, bertemulah Raden Sulandono dengan Sulasih. Raden Sulandono langsung jatuh cinta pada Sulasih. Cinta mereka pun bertaut, tanpa mempermasalahkan status mereka yang berbeda. Namun rupaya Raden Bahureksa menghalangi cinta putranya. Ia beranggapan Sulasih tidak cocok untuk putranya. Walaupun terus dihalang-halangi ayahnya, hubungan cinta Raden Sulandono dan Sulasih terus berlanjut. Tak lama berselang, Raden Bahureksa meninggal dunia, disusul Rara Rantamsari.
Sebenarnya, banyak pemuda yang terpikat pada kecantikan Sulasih. Suatu waktu, Sulasih disembunyikan oleh para pemuda itu agar tidak dapat bertemu lagi dengan Raden Sulandono. Mengetahui kekasihnya disembunyikan, maka terjadi pertarungan antara Raden Sulandono dengan para pemuda desa tersebut. Dan karena dikeroyok, Raden Sulandono kalah. Namun sebelum celaka, Raden Sulandono diselamatkan oleh roh Roro Rantamsari yang kemudian memerintahkan Raden Sulandono untuk bertapa dan memberinya sehelai saputangan. Dia disarankan untuk menjadi penari pada upacara bersih desa yang akan datang.
Pada malan bulan purnama pada saat upacara bersih desa dimulai, melalui perantara Roro Rantamsari, roh bidadari didatangkan agar menyatu ke dalam tubuh Sulasih sehingga ia mampu menari di acara bersih desa. Roh Rantamsari kemudian mendatangi Raden Sulandono yang sedang bertapa agar segera bangun dan cepat-cepat mendatangi upacara bersih desa tersebut. Dalam kesempatan itu Raden Sulandono melemparkan saputangan pemberian ibundanya, maka pingsanlah Sulasih yang sedang menari. Kesempatan tersebut tidak disia-siakan oleh Raden Sulandono yang segera membawa lari Sulasih.
Sejak saat itu, bila suatu desa menyelenggarakan upacara bersih desa, maka akan disajikan tarian yang pernah ditarikan Sulasih, yaitu tarian para bidadari. Saat menari, seringkali penari seperti tak sadarkan diri karena dimasuki roh.
Tari ini untuk selanjutnya disebut Sintren, yang berasal dari kata si-putri-an atau si-putren, kemudian menjadi sintren, yaitu putri yang menari menirukan tarian para bidadari.
Sekarang ini, umumnya Sintren tidak lagi sebagai tari yang disajikan dalam upacara bersih desa, tetapi telah menjadi tontonan yang bersifat hiburan.

0 komentar:

Post a Comment