Thursday, 8 May 2014

Sindiran dan Prasangka Negatif terhadap Ibu yang Berkarier

Kategori: ,



SHUTTERSTOCK .
Salam mojokerto -  Memang tidak mudah menjadi seorang ibu yang juga memiliki karier di luar rumah. Selain dilema soal pembagian waktu antara karier dan keluarga, mereka juga dihadapkan pada pandangan negatif dan tekanan dari lingkungan sekitar. Seperti yang terurai berikut ini.

1. Ibu yang berkarier tidak peduli dengan keluarga
"Dia berhati dingin," "Dia lebih peduli tentang pekerjaan daripada suami dan anak-anaknya," "Dia bukan orang yang keibuan." Beberapa asumsi di atas sering kali dilontarkan oleh sejumlah orang kepada ibu bekerja.
Padahal sebenarnya, tidak ada ibu di dunia ini yang sengaja ingin menelantarkan anak mereka. Bekerja merupakan bagian dari dedikasi seorang ibu untuk keluarga dalam mencari penghasilan tambahan, demi kesejahteraan anak di waktu sekarang dan masa depan.

Percayalah, menyeimbangkan waktu antara karier dan keluarga bukanlah pekerjaan yang mudah.
2. Wanita karier itu matrealistis
Wanita karier yang bekerja penuh waktu paham benar betapa tidak mudahnya mencari uang. Maka dari itu, sebagian besar wanita karier yang sukses lebih tertarik pada pria yang dapat diandalkan secara finansial dan bertanggung jawab sebagai kepala keluarga.
Jadi, jangan langsung skeptis menjulukki wanita karier sebagi seseorang yang matrealistis. Sebab, seperti yang kita ketahui bahwa membangun keluarga memang membutuhkan uang, waktu, dan komitmen. Jadi, jangan salahkan wanita yang mengejar karier demi menjadi mandiri dan tidak bergantung pada pihak lain. Semuanya itu dilakukan demi masa depan keluarga.

3. Ibu bekerja menolak melakukan tugas rumah tangga
Banyak orang beranggapan bahwa ibu yang bekerja malas mengerjakan tugas rumah tangga. Padahal belum tentu begitu, terutama di era sekarang. Mengingat upah asisten rumah tangga (ART) yang tinggi, membuat para ibu memilih mengerjakan sendiri serangkaian tugas dosmetik.

Mendapatkan kesempatan untuk mengaktualisasi dari lewat pencapaian karier adalah hal bernilai tinggi untuk sejumlah wanita. Maka dari itu, para ibu bekerja menyikapinya dengan cerdas dan bijak, yakni dengan tidak menyepelekan tugas mereka sebagai istri dan seorang ibu. Tidak sedikit ibu bekerja yang memulai harinya dengan bangun lebih pagi. Sebelum pergi ke kantor, mereka terlebih dulu membersihkan rumah, menyiapkan sarapan untuk keluarga, dan mengantarkan anak ke sekolah.
4. Mengabaikan anak-anak
Tumbuh kembang anak sebenarnya dipengaruhi oleh pola asuh dan komunikasi yang diterapkan oleh keluarga. Asalkan selama berkarier, ibu bisa tetap memantau perkembangan fisik dan psikis anak, semestinya tidak ada masalah yang harus didramatisir. Jika kita mau melihat dalam skala yang lebih luas lagi, sebenarnya dengan bekerja dan meniti karier, secara tidak langsung seorang ibu tengah mengajarkan anak mengenai tanggung jawab dan perilaku mandiri.
Jadi, jangan berasumsi negatif pada ibu yang berkarier, karena realitanya tidak sedikit jumlah anak yang mengalami gangguan dan memberontak di usia dewasa, padahal sang ibu selalu berada di dekat mereka.

5. Ibu yang berkarier “merendahkan” suami
Perempuan bekerja biasanya berkontribusi 45 persen dari pendapatan rumah tangga. Namun, mengenai hal ini biasanya berdasarkan kesepakatan bersama antara suami dan istri, disesuaikan dengan kemampuan masing-masing pihak.
Seharusnya para suami jangan merasa rendah diri apabila istri mereka memiliki penghasilan lebih besar. Carilah solusi yang menguntungkan masing-masing pihak. Jangan bersikap egois dan berprasangka negatif pada istri.
Sebab, lagi-lagi, pada dasarnya tujuan dari ibu yang bekerja adalah ingin memberikan masa depan terbaik untuk buah hati mereka. Maka dari itu, hentikan sifat egois dan asumsi-asumsi negatif terhadap mereka.

0 komentar:

Post a Comment