Thursday, 1 May 2014

Bagi Buruh, Mendapatkan Rumah Layak Huni Masih Mimpi!




Demo buruh yang berlangsung 1 Mei 2014 di depan gedung MPR/DPR RI menuntut pemerintah menyediakan rumah layak huni dan murah.

JAKARTA, Salam mojokerto - Hingga berita ini diturunkan aksi demo para buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Nasional (KSN), masih berlangsung di depan gedung MPR/DPR RI, Jl Gatot Subroto, Jakarta Pusat.

Ratusan orang buruh masih bersemangat meneriakkan sepuluh tuntutan utama. Kesepuluh tuntutan tersebut adalah peningkatan upah minimum 2015 sebesar 30 persen dan revisi KHL menjadi 84 item, menolak penangguhan upah minimum, jaminan pensiun wajib bagi buruh pada Juli 2015, jaminan kesehatan seluruh rakyat dengan cara mencabut Permenkes 69/2013 tentang tarif, serta ganti INA CBG's dengan Fee For Service, audit BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

Kemudian menghapus outsourcing, khususnya outsourcing di BUMN dan pengangkatan sebagai pekerja tetap seluruh pekerja outsourcing; mengesahkan RUU PRT dan Revisi UU Perlindungan TKI No 39/2004, mencabut UU Ormas ganti dengan RUU Perkumpulan, mengangkat pegawai dan guru honorer menjadi PNS, serta subsidi Rp 1 Juta per orang/per bulan dari APBN untuk guru honorer; menyediakan transportasi publik dan perumahan murah untuk buruh; serta wajib belajar 12 tahun dan beasiswa untuk anak buruh hingga perguruan tinggi.


Yang menarik adalah tuntutan penyediaan rumah murah. Bagi buruh, memiliki dan tinggal di rumah layak huni dengan harga terjangkau masih merupakan mimpi. Jangankan memiliki hunian, menyewanya saja sudah menggerus sepertiga pendapatan mereka. Pasalnya, harga sewa (kontrakan) rumah saat ini sudah mencapai kisaran Rp 600.000 hingga Rp 2 juta per bulan untuk wilayah Jakarta pinggiran, Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi.

Menurut Fitriani (29), buruh di sebuah Kawasan Industri Cikarang, harga sewa minimal Rp 600.000 itu dipatok untuk "kontrakan bedeng" dengan fasilitas kamar mandi di luar yang  digunakan bersama penyewa lainnya.

"Saya tinggal di Lemah Abang. Ada 20 pintu rumah kontrakan, yang paling luas adalah yang harga sewanya Rp 1,5 juta per bulan. Itu bisa diisi bareng-bareng sampai 3 orang. kamar mandi di dalam. Sementara saya ngontrak di bedeng dengan harga sewa Rp 700.000. Semuanya numpuk jadi satu, tidur, makan, istirahat ya di satu tempat," ujar Fitriani kepada Kompas.com, Kamis (1/5/2014).

Sementara Rojak (35), rekan Fitriani yang bekerja di Kawasan Industri Jababeka, memilih rumah kos sebagai tempat tinggalnya. Berdua bersama rekannya, Rojak berbagi uang sewa sebesar masing-masing Rp 250.000 per bulan.

"Kalau nggak  gitu, saya nggak sanggup bayar. Kebetulan ada teman senasib. Jadi kami berdua bayar kamar kos. Sisa gaji, buat makan, dan keperluan lain. Tarif kos segitu katanya bakal dinaikkan tahun depan. Saya nggak tahu masih bisa tinggal di situ atau nggak, karena status saya masih buruh kontrak," ujar Rojak.

Fitriani, dan Rojak hanyalah dua dari jutaan buruh lainnya yang masih sulit membeli dan memiliki rumah layak huni dengan harga murah. Betapa tidak sulit, menurut Fitriani, "rumah BTN" di Cikarang untuk tipe 21/60 sekarang harganya sudah Rp 250 juta-Rp 300 juta.

"Kata penjualnya, uang muka bisa dicicil ke mereka (pengembang, red) enam kali berturut-turut. Tapi, saya mana sanggup bayar Rp 50 juta," ujarnya.

Dengan penghasilan Rp 2 juta per bulan, Fitriani terpaksa harus menabung seluruh pendapatannya selama 25 bulan untuk membayar uang muka. Makan dan kebutuhan sehari-hari lainnya? Lupakan saja. Karena toh, Fitriani masih bisa tersenyum dengan kondisinya saat ini.

"Saya cuma kepengin, ada rumah murah buat kami dengan cicilan sama dengan uang kontrakan bulanan," tambahnya.

FLPP
Pemerintah bukannya menutup mata terhadap kondisi tersebut. Melalui Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) telah menyediakan kredit pemilikan rumah (KPR) dengan program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), namun hingga akhir tahun lalu, targetnya belum tercapai.

Kemenpera menargetkan penyaluran KPR FLPP 2013 mencapai 121.000 unit rumah. Namun yang tersalurkan sekitar 115.000 unit.  Dalam catatan Kompas.com FLPP yang sudah tersalurkan mencapai 87.761 unit atau senilai Rp 4,546 triliun.

0 komentar:

Post a Comment